Cara dan Solusi Mengatasi Kemacetan di Kota Jakarta
Jakarta adalah kota yang super macet. Sebagai contoh dari Thamrin ke
Otista yang jaraknya hanya sekitar 13 km perjalanan dengan kendaraan mobil bisa
mencapai 2 jam lebih. Bahkan kalau hujan bisa 3 jam lebih. Kalau anda bekerja
di Jakarta dan rumah jauh di pinggiran, anda bisa menghabiskan waktu 3-5 jam
lebih di jalan.
Beberapa alternatif mengatasi macet di Jakarta:
1.
Waktu Lampu Merah sebaiknya 90-120 menit.
Waktu lampu hijau yang begitu cepat. Sering baru 4-5 mobil yang berjalan
lampu sudah kembali merah. Padahal antrian bisa mencapai 1 km atau sekitar 200
mobil. Untuk hal ini mungkin solusinya adalah memperpanjang waktu lampu hijau
di tiap tempat jadi 1,5 atau 2 menit. Contoh kemacetan ini adalah di lampu
merah pertigaan jalan Otista III dengan Otista Raya.
2.
Mendenda Angkutan yang Ngetem
Banyaknya kendaraan angkutan (terutama mikrolet dan metromini) yang
berhenti menunggu penumpang. Nah ini perlu kesiagaan polantas untuk mengatur
mereka. Contohnya adalah di dekat terminal Kampung Melayu
3.
Mengatur Pedagang Kaki Lima agar tidak luber ke jalan
Pedagang kaki lima yang meluber ke
jalan. Nah ini perlu ditertibkan
4.
Antrian Pembayaran Jalan Tol sebaiknya di Pintu Keluar
Pintu masuk jalan Tol. Antrian kendaraan untuk membayar jalan tol sering
membuat macet karena bisa memanjang sampai lebih dari 1 km. Contohnya di pintu
masuk Tol Tebet Barat 2 yang membuat macet sampai ke jalan layang ke arah
Mampang. Sementara pintu tol Semanggi juga menimbulkan kemacetan yang sama
parahnya. Harusnya pada jam macet jalan tol digratiskan saja sehingga tidak ada
antrian bayaran yang membuat macet.
Bisa juga pembayaran
bukan di pintu masuk. Tapi di pintu keluar tol seperti di Tol Jagorawi.
Sehingga antrian pembayaran tidak memacetkan pengguna jalan lainnya karena
masih berada di jalan tol.
5. Bangun rel Kereta Api di Jalur Terkanan
(Cepat) Jalan Tol
Jika
memang bisa, sebaiknya 1 jalur terkanan (jalur cepat) di jalan tol dibangun rel
Kereta Api. Karena jalur terkanan biasanya bebas hambatan/steril, maka KA bisa
melintas setiap 5 menit.
Bayangkan jika 1
rangkaian 8 gerbong bisa membawa 1000 penumpang, jika 12 jam, maka bisa 144
ribu penumpang yang dibawa untuk 1 jurusan. Misalnya dari Tol Kebon Jeruk
hingga Cawang. Bahkan jika lewat tol Jagorawi, bisa menembus hingga Bogor. KA
juga bisa menembus jalan tol Cikampek sehingga bisa melintasi Bekasi, Cikarang,
dan Purwakarta.
Cuma harus dikaji lebih jauh apa ini
mungkin.
6. Adakan Kembali Bis-bis Besar yang Dihapus Saat
Pengadaan Busway
Saat Busway diadakan, beberapa trayek bis besar dihapuskan. Contohnya ada 11 Bis jurusan KP Melayu Blok M yang tidak beroperasi sejak tahun 2009. Padahal jika 1 bis mengangkut 1.000 orang/hari, maka 11 bis tsb bisa mengangkut 11.000 orang/hari. Hanya dengan 11 Bis, bisa mengurangi sekitar 3000 kendaraan pribadi. Jadi harusnya Bis-bis besar yang ada jangan dihapus. Ini agar Busway tidak terlampau penuh sehingga pengemudi mobil pribadi tertarik untuk naik angkutan umum.
Saat Busway diadakan, beberapa trayek bis besar dihapuskan. Contohnya ada 11 Bis jurusan KP Melayu Blok M yang tidak beroperasi sejak tahun 2009. Padahal jika 1 bis mengangkut 1.000 orang/hari, maka 11 bis tsb bisa mengangkut 11.000 orang/hari. Hanya dengan 11 Bis, bisa mengurangi sekitar 3000 kendaraan pribadi. Jadi harusnya Bis-bis besar yang ada jangan dihapus. Ini agar Busway tidak terlampau penuh sehingga pengemudi mobil pribadi tertarik untuk naik angkutan umum.
7. Adakan Rumah Susun Sewa Murah di Pusat-pusat Perkantoran
Bangun rumah susun ataupun apartemen murah SEWA di dekat pusat-pusat
perkantoran seperti di kawasan Jalan Sudirman, Jalan Thamrin, dan Kuningan.
Dengan keberadaan hunian murah tersebut, karyawan bisa berjalan kaki atau naik
bus ke tempat kerja di dekatnya jika jaraknya cuma 300 meter atau kurang. Ini
mengatasi macet dan menghemat BBM.
8. Perlebar
Titik-titik Macet di Jakarta dan Beri Jalan Layang/Terowongan
Pada titik macet seperti perempatan Pancoran dan Kuningan, harus diperlebar
1 jalur sepanjang 500 meter. Kemudian beri jalan layang minimal 2 jalur
sehingga untuk yang lurus terhindar dari kemacetan lampu merah. Tahun 2008
kemacetan menyebabkan kerugian sebesar Rp 28 trilyun. Jadi biaya untuk
mengurangi kemacetan lebih kecil dibanding dampaknya. Jalan layang ini tidak
boleh terhambat oleh antrian pembayaran di pintu masuk jalan tol seperti di
Pintu Tol Tebet II Pancoran yang distop polisi. Sehingga tak ada bedanya dengan
jalan biasa. Jalan layang jika perlu diperpanjang sehingga melewati pintu masuk
tol tsb.
9. Tambah Rangkaian Kereta Api
Tambah rangkaian KRL. Contohnya untuk KRL Jakarta-Bogor, bisa ditambah 5
rangkaian. Dengan 8 gerbong, maka sekali jalan bisa menampung 800 penumpang. Sehari
total bisa 40 ribu penumpang. Apalagi jika 1 rangkaian bisa ditingkatkan jadi
10 gerbong. Tentu panjang peron juga harus ditambah.
10. Adakan
Transportasi Air
Daya gunakan kanal yang ada (yang dalam dan lebar) sebagai angkutan air
(Water Way). Jerman berhasil membuat angkutan umum dengan kanal-kanalnya (Elbe–Havel
Canal 56 km dan Mittelland Canal 325 km) dengan panjang total 381 km dan lebar
60 meter yang menghubungkan bukan cuma Jerman, tapi Perancis, Swis, Benelux,
dan laut Baltik. Jakarta kalau sekedar 30 km saja harusnya bisa.
Banjir Kanal Barat dan Banjir Kanal Timur harusnya bisa didayagunakan untuk
angkutan air. Jembatan-jembatan harus dipertinggi agar perahu bisa lewat.
11. Gunakan
Mass Rapid Transportation (MRT)
Mass Rapid Transportation (MRT) mungkin
5-10 tahun baru jadi. Tapi harus direncanakan dari sekarang. Bagaimana dibuat
jalur kereta yang benar-benar bebas hambatan.
MRT tidak harus di bawah tanah atau di jalan layang. Di jalan biasa pun
bisa seperti di rel KA yang ada atau pun di tengah jalan tol. Contohnya Trem di
atas yang ada di kota Rotterdam. Yang penting jalurnya harus benar-benar bebas
hambatan atau steril. Caranya dengan membuat jalan layang atau underpass di
persimpangan.
BIaya subway pasti mahal karena perlu penerangan, AC/udara, dan listrik
lainnya. Selain itu rentan banjir. Bahkan Subway New York saja sampai lumpuh
berhar-hari akibat banjir setelah diterpa badai Sandy (CNN, NYT). Bayangkan apa
yang terjadi dengan kota Jakarta yang memang langganan banjir.
Sudah saatnya pemerintah memeriksa titik-titik kemacetan dan memperlebar
jalur di sana. Jika perlu melakukan penggusuran.
Pelebaran dan pendalaman kali Ciliwung dan kali-kali lainnya bisa membuat
sungai yang ada di Jakarta sebagai jalan baru tanpa harus menggusur perumahan.
Sekaligus juga mengurangi banjir karena daya tampung sungai jadi lebih besar.
Solusi ini lebih murah daripada solusi monorail yang mencapai lebih dari 7
trilyun rupiah dan hanya mengcover daerah segitiga Sudirman, Gatot Subroto, dan
Kuningan.
Satu ide lagi, tidak ada salahnya jika pagi jam 7-9 jalan tol dari
Cawang-Semanggi dijadikan satu arah hanya ke arah Semanggi saja. Karena pada
pagi hari yang ke arah Semanggi begitu padat dan macet sementara arah
sebaliknya sangat lengang. Tidak pakai jalan tol juga lancar. Sebaliknya ketika
jam pulang kantor, jam 5-7 sore jalan tol dibuat 1 arah hanya ke arah Cawang.
Dengan cara ini minimal kemacetan di jalan Gatot Subroto, Mampang, dan Sudirman
bisa dikurangi.
Alternatif yang lebih ekstrim adalah memindahkan ibukota dari Jakarta.
Konon presiden Soeharto ingin memindahkan ibukota ke Jonggol sehingga pengusaha
real estate Ciputra terlebih dulu sudah membuat perumahan di dekat Jonggol.
Namun karena lengser rencana itu tidak terlaksana. Lebih baik lagi jika ibukota
di pindah ke daerah yang kurang penduduknya seperti di Kalimantan sehingga
penduduk pulau Jawa yang sangat padat bisa tersedot sebagian ke sana.
Lebih dari 80% uang yang ada beredar di Jakarta. Tak
heran jika Jakarta terus bertambah padat bahkan saat ini jumlah penduduknya
yang 8,7 juta jiwa (data tahun 2004) mengalahkan jumlah penduduk kota New York
(8,1 juta). Ini karena Jakarta memonopoli semua kegiatan baik politik, ekonomi,
budaya, dan sebagainya.
Amerika Serikat meski terjadi kemacetan namun berhasil
mendistribusikan penduduknya sehingga tidak menumpuk di ibukota. Washington DC
yang merupakan ibukota hanya menempati urutan ke 27 kota terpadat dengan jumlah
penduduk sekitar 550 ribu jiwa. Sementara New York yang merupakan pusat bisnis
di urutan pertama dengan 8,1 juta jiwa dan Los Angeles yang merupakan pusat
hiburan di urutan ke 2 dengan jumlah penduduk 3,8 juta jiwa.
Jokowi berpendapat bahwa seharusnya ada rumah susun ataupun
apartemen murah yang dibangun di dekat pusat-pusat perkantoran seperti di
kawasan Jalan Sudirman, Jalan Thamrin, dan Kuningan. Dengan keberadaan hunian
murah tersebut, karyawan bisa berjalan kaki atau naik bus ke tempat kerja di
dekatnya jika jaraknya cuma 300 meter atau kurang.
http://pilkada.kompas.com/berita/read/2012/09/16/22040728/Solusi.Jokowi.untuk.Atasi.Problem.Transportasi?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Ktswp
http://pilkada.kompas.com/berita/read/2012/09/16/22040728/Solusi.Jokowi.untuk.Atasi.Problem.Transportasi?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Ktswp
Tidak ada komentar:
Posting Komentar